-->

Ads 720 x 90

Fiksioner Free Blogger Theme Download

Teori Dasar Penelitian Agama: Agama dan Cakupan Ilmu Agama oleh W. B. Sidjabat



TEORI DASAR PENELITIAN AGAMA:
AGAMA DAN CAKUPAN ILMU AGAMA OLEH W. B. SIDJABAT
(DALAM BUKU PENELITIAN AGAMA KARYA MULYANTO SUMARDI)



Makalah disusun oleh:
1.      Anisa Intan Permata Sari
2.      Muslimatush Sholehah



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, MA.


A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu agama sebagai disiplin ilmu telah banyak dikaji diberbagai kalangan baik dari barat maupun dari timur, agama dijadikan suatu hal yang menarik banyak ilmuan yang meneliti dan mendalami agama dari berbagai aspek yang melingkupinya. Banyak penelitian yang dilakukan oleh tokoh-tokoh barat diantaranya F Max Muller dengan karyanya introduction to the science of religion yang dikemukakan di Westminster Abbey, london pada tahun 1873 pada kalangan akademis dan para tokoh-tokoh berbagai ilmuan agama yang ada pada saat itu. Dalam penyampaiannya tersebut menghadirkan ilmuan agama yang baru dari berbagai negara seperti Belanda yang dimulai oleh Cornelis P.Tiele (1830-1902), P.D Chantepei de la saussaye (1848-1920) hingga berbagai ahli dalam berbagai ahli dalam mengembangkan usaha Muller.  Tidak hanya dibelanda, Britania Raya, yang dikenal sebagai negara yang mempunyai daerah kekuasaan hampir seluruh dunia telah menghasilkan tokoh-tokoh besar dalam ilmu agama seperti E.B Taylor Karyanya menjelaskan bahwa dalam beragama menurut Muller dipengaruhi (1830-1971) dan James Frazer (1854-1941) yang dikenal sebagai Golden Bough. Kemudian berkembang di Prancis, Amerika dan sebagainya. Dalam beragama menurut Muller dipengaruhi oleh karakteristik manusia yang rasional, karena Agama adalah bagian terdalam dari diri manusia. Artinya, manusia tidak bisa hidup tanpa agama sebab unsur agama telah tertanam dalam diri manusia.
Dari nama yang telah disebutkan bukanya semuanya dari ahli ilmu agama yang ada di barat, tetapi itu hanya sebagian saja.
Kemudian pindah ke dunia bagian timur tengah, dimana banyak tokoh-tokoh muslim yang melakukan pembaharuan terhadap agama islam seperti, Jamaluddin al-afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal, Abu A’la al-Maududi dan lain sebagainya. Tidak dapat juga dilupakan bagi seseorang yang memberikan sumbangannya yang sangat penting seperti Philip K.Hitti seorang yang berasal dari kristen di siria, yang telah memberikan sumbangannya yang berharga mengenai Dunia Arab dan beberapa negara lainnya di Timur Tengah.
Dari pemaparan diatas menunjukan bahwa ilmu agama bukan merupakan ilmu yang hanya dikuasai oleh para sarjana ataupun tokoh-tokoh dari berbagai belahan dunia, hal ini menjadikan ilmu agama sebagai suatu ilmu yang bersifat universal. Artinya siapapun bisa mendalami dan meneliti agama yang diyakini oleh manusia yang ada di dunia ini.
Dari nama-nama yang telah disebutkan diatas adalah nama-nama sarjana yang ada diluar Indonesia yang memberikan sumbangan dalam bidang ilmu agama, lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri? Banyak sarjana yang berasal dari luar Indonesia yang telah terkenal karna membahas tentang isu-isu agama di Indonesia seperti, Raffles, Humboldt, Andreani, Kruyt dan lain-lain. Tetapi bagaimana kah dengan tokoh Indonesia sendiri dalam bisang ilmu agama?
Dalam bidang ilmu Agama dari tokoh-tokoh Indonesia menjadi suatu yang harus ada. Mereka membahas tentang agama atua aspek dari agama yang telah dianutnya di Indonesia ini, namun yang benar-benar berjalan pada alur agama sebagai disiplin yang dikaji secara mendalam dan sungguh-sungguh, belum seberapa. Jalan ke arah tersebut  sudah dirintis oleh tokoh-tokoh seperti, Prof. Dr. Husein Djajaningrat dan Prof. Dr. Poerbatjarata, yang kemudia disusul oleh tokoh lainnya. Sepanjang sejarah di Indonesia, yang diketahui di kalangan penganut agama islam yaitu: Prof. Dr. Hamka KA, Prof. Dr. Rasjidi, Prof. Dr. Mukti Ali, Prof. Dr. Harsya W. Backtiar, Prof. Dr. Harun Nasution dan lain sebagainya. Dari kalangan penganut agama Hindu seperti G. Pudja MA dan Tjokorda Rai Sudharta MA.
Kemudian, dari kalangan peneliti dari penganut agama Kristen menurut penyelesaian disertasi adalah Prof. Dr. Ph. O.l Tobing (1960), Prof. Dr. W.b Sidjabat (1960), Prof. Dr. Harun Hadiwiyono(1967), Dr. Jansen Pardede(1975) dan Dr. Victor tanja(1979). Para sarjana kristen ini yang bergelar Doktor lainnya di Indonesia umumnya mengadakan spesialisasi bidang seperti Biblika, sistematika, Historika, Praktika dan Pendidikan Agama Kristen.
Dengan banyaknya sarjana dalam bidang ilmu agama, menurut Sidjabat masih belum menemukan suatu pengertian yang bersifat universal. Artinya definisi tentang Agama masih belum menemukan suatu kesepakatan dari berbagai agama yang ada, khususnya diIndonesia. Hal ini disebabkan bahwa penelitian agama belum menemukan tempat yang sewajarnyadalam dunia ilmu pengetahuan, mereka hanya menekankan aspek sosialnya dan melihat agama tibul dari pergaulan sesama manusia. Cara seperti ini banyak digunakan oleh ahli sosiologi dan ahli antropologi sosial dalam melihat agama itu sendiri.
Agama sebagai sebagai bidang keilmuan yang bersifat netral dan tidak berpihak, dalam melakukan penelitian agama para tokoh tidak hanya menggunakan satu metodologi saja, tetapi penelitian agama dapat menggunakan beberapa metodologi dalam suatu penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian lebih tergantung pada minat  dari pribadi yang melakukan penelitian tersebut, sehingga hal ini bisa memperbanyak hasanah agama dan cakupan ilmu agama.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penelitian agama serta cangkupan ilmu agama menurut W.B. Sidjabat?
2.      Apa tujuan dan funsi penelitian agama menurut W.B. Sidjabat?


C.    Telaah Pustaka
Banyak penelitian tentang agama yang dilakukan oleh para ilmuwan baik dari barat maupun dari timur yang menambah wawasan keilmuan tentang agama. Dan ini ada beberapa penelitian yang mengangkat judul yang berkaitan dengan makalah yang penulis ambil diantaranya sebagai berikut:
1.      Jurnal oleh Alam Naufal Ahmad Rijalul dengan judul “Pandangan Al-Ghazali mengenai pendidikan aqliah (tinjauan teoritis dan filosofis)” .Menjelaskan pandangan Al-Ghazali mengenai pendidikan akliah dalam islam, islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap akal. Banyak dari ayat Al-Qur’an dan hadis nabi yang menganjurkan dan mendorong manusia untuk menggunakan akalnya untuk berfikir guna mengembangkan intelektual. Merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an yang didalamnya terdapat berbagai kata seperti dabbara, nazara, faqiha, tafakkara, aakala, Al-ghazali mengkaitkan kegunaan akal dengan kekuatan daya pikirnya. Pendekatan yang digunkan berbasis teoritis dan filosofis, dengan merujuk pada ayat qur’an yang berkaitan dengan keunggulan akal dalam skala makro b berfikir manusia serta pendapat para tokoh. Hasil dari pembahasan didapatkan, bahwa akallah yang menemukan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan yang dalam tahap selanjutnya dapat memperkokoh keimanan, keyakinan dan ketakwaaan kepada Allah.[1]


D.    Metodologi Penelitian
Metode ysng digunakan dalam makalah ini adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian keperpustakaan (library research), dengan pendekatan studi kritis atas penelitian agama yang mengenai agama dan cangkupan ilmu agama oleh W.B Sidjabat, Dengan melakukan penelaahan secara teliti dengan buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan pokok-pokok pembahasan yang dibahas. Sumber bacaan merupakan bagian penunjang penelitian yang esesnsial.


E.     Ruang Lingkup Penelitian Atau Pembahasan
Menutut W.B. Sidjabat ilmu agama sebagai disiplin akademis yang mengkaji dan mendalami berbagai seluk-beluk agama. Dari penjabaran nama-nama pada pendahuluan diatas, Sidjabat ingin menunjukkan bahwa ilmu agama bukanlah ilmu yang ditangani oleh para sarjana di dunia barat saja, tetapi hanya oleh mereka yang dahulu disebut “orientalis” dan “indololog”. Samahalnya dengan universal gejala agama, universal pula partisipasi para pemikir dari berbagai bangsa di dunia untuk merumuskan agama yang dianut oleh manusia yang mendalami bumi ini. Meskipun terkadang peniliti yang satu mendahului peneliti yang lain sesuai dengan talenta dan perkembangan yang ada serta saling terkait dengan fasilitas yang ada pada syatu tempat dan waktu. Namun, keinginan dan keprihatinan untuk turut aktif dalam bidang ilmu agama terbuka untuk semua pihak, seperti terbukanya ilmu pengetahuan secara universal.[2]
Meskipun nama para sarjana itu dijajarkan berdekatan dalam rangkaian ilmu agama, namun bukanlah berarti bahwa mereka semua memakai metodologi yang sama. Sidjabat menambahkan metodologi ilmu agama tidak hanya menggunakan satu metodologi saja, namun dapat juga menerapkan beberapa metodologi secara bersamaan. Ia mengambil contoh F.Max Muller yang memulai studynya dalam bidang Sanskerta, yaitu disiplin ilmu bahasa(filologi), Muller mendalami Hinduisme yang membawanya kepada kecenderungan untuk memahami agam itu secara rasionalistis dan sepanjang yang dapat tertuang dalam rumusan bahasa. Sidjabat sedikit mengkritik menurut hematnya “memang benar agama itu sebaiknya kita pelajari dalam bahasa aslinya dan dalam ungkungan-ungkapan filologis agama yang bersangkutan, namun seluruh dimensi agama itu tidak dapat diredusir dan diperas kedalam lambang-lambang bahasa belaka. Masih ada dimensi yang cukup mendalam pada agama yang dihayati, tetapi yang sama sekali yang tidak dapat dituangkan dalam rumusan bahasa. Karena hal itu kurang diperhatikan, akhirnya metodologi F.Max Muller masih juga sangat rasionalistis sesuai dengan kecenderungan pemahaman agama didunia barat pada zaman Aufklarung. Sekalipun demikian, perlu juga dicatat bahwa F.Max Muller tidak hanya memakai metodologi filologis saja, karena didalam himbauannya untuk ilmu agama “yang tidak memihak” atau netral, Muller juga mengutarakan bahwa study akademis dilakukan dalam bentuk studi banding agama-agama.[3] Hal itu berarti bahwa seseorang ahli ilmu agama tidak harus memakai satu metodologi saja, tetapi dapat juga menerapkan berbagai macam metodologi secara bersamaan terhapa suatu karya.
Bidang cangkupan ilmu agama banyak tergantung pada penegertian tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan agama. Sidjabat menekankan pengertian tentang apa itu agama, meskipun terjadi kesimpangsiuran. Misalnya, ia mengambil contoh H. Zainal Abbas dalam bukunya Perkembanagn Pikiran terhadap Agama, mengatakan bahwa arti agama adalah “tidak kacau”: a berarti tidak dan gama berarti kacau.[4]Dipihak lain,menurut “Kamus Jawa Kuno Indonesia” (susunan L. Mardiwarsito)[5] , agama itu adalah “ilmu”, “pengetahuan” (pelajaran agama). Kedua penulis mengatakan bahwa agama berasal dari bahasa sangsekerta. Dalam kamus indonesia yang sudah diolah kembali dan memberikan rumusan bahwasannya “agama adalah segenap kepercayaan (kepada tuhan, dewa, dll) serta ajaran kebaktian dan kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan itu”. Rumusan terakhir tidak menyebutkan bahwa asal kata agama dari bahasa sangsekerta. Namun sangat disayangkan, penjelasan zainal arifin tidak disertai penjabaran tentang arti dan fungsi agama dalam bentuk yang lebih mendalam. Secara tidak langsung kata agama dimaksudkan suatu way of life membuat hidup manusia tidak kacau. Sidjabat menyimpulkan bahwa fungsi agama adalah integritas dari seorang atau kelompok orang agar hubungannya dengan tuhan tidak kacau, dengan sesama manusia dan alam yang mengitari. Dengan kata lain, agama pada dasarnya berfungsi sebagai alat pengatur untuk terujudnya integrasi hidup manusia dalam hubungannya dengan tuhan, sesamanya dan alam semesta.
Sekalipun kata Din dalam islam menurut sidjabat berdasarkan surat Al-imran:19, ditafsirkan hanya untuk pengertian agama islam, dalam rangkaian kelima unsur rukun islam, iman dan ihsan, namun arti Din dalam bahasa arab sebagai lembaga illahi yang memimpin manusia untuk keselamatan didunia dan akhirat. Secara fenomenologis din adalah alat yang mengatur,mengantar dan memelihara keutuhan diri manusia dengan alam. Didalam penghayatan dan pelaksanaan praktis terhadap agama itu manusia melakukan sesuatu yang terkandung dalam way of life, sebagai:1. Ucapan syukur kepada Allah, 2. Pemuliaan terhadap sang kholik alam semesta raya, 3 bentuk pelayanan baik kepada tuhan maupun sesamanya.
Agama adalah hal yang sangat pribadi dan teramat penting antara manusia dengan tuhan, sekalipun hal yang pribadi dan penting itu diwujudkan dalam kehidupan pribadi dalam rangka kolektif. Disadari bahwa sampai saat ini bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang dapat diterima secara unifersal oleh semua pihak lebih lanjut islam mengadakan perbedaan antara Din al hakk yaitu agama yang benar (QS. Az Zukhruf:27, Attaubah33 Assof,9) dari Din almubaddal yaitu agama yang tidak asli lagi (contohnya praktek sensualitas seperti pada musim panen anggur kemudian melakukan upacara minum anggur diikuti dengan hubungan seksual dikalangan pesertanya). agama seperti yang akhir itu adalah agama yang tidak berjalan pada jalan yang lurus lagi.

Tujuan Penelitian Agama
Menurut W.B. Sidjabat ada 2 tujuan meneliti agama yaitu hal yang positif dan negatif. Yang positif terdiri dari empat bagian yaitu:
a.       Membina hubungan yang akrab secara pribadi
Faktor yang paling utama dalam hubungan ini ialah terbinanya hubungan pribadi yang akrab antara penganut berbagai agama. Sebelum para penganut berbagai agama dapat “berdialog”, terlebih dahulu mereka harus dapat menjalin hubungan yang baik secara akrab.
b.      Memperdalam pengetahuan tentang anutan umat beragama lain.
Agar hubungan yang akrab itu berjalan lebih baik, F. Max Muller, ketika dikatakannya, “dia hanya mengetahui satu agama, tidak mengetahui apa-apa”.
c.       Membina etika religius dikalangan umat beragama agar saling menaruh respek.
Sidjabat berpendapat bila hubungan pribadi telah akrab dan mengerti dengan pendahuluan yang mendalam tentang anutan pemeluk agama-agama lain telah terbina dan berkembang.
d.      Merangsang kerja sesama umat beragama seacara praktis.
Gabungan dari tiga hal tersebut menurut sidjabat akan menimbulkan kemungkinan untuk mengadakan kerja sama antara umat beragama dalam hal-hal yang praktis, misalnya: penanggulangan kemiskinan, penggemblengan mental pembangunan (dimana kebiasaan berkarya diutamakan, penghematan dibiasakan, waktu dihargai, dan lain sebagainya), menggalakan pendidikan bagi seluruh rakyat dan bukan untuk diri sendiri, meningkatkan kesadaran bertanggung jawab dalam negara.
Hal negatif meliputi tiga bagian diantaranya:
1.      Dominasi politis, ekonomis, sosio-kultural dan militer.
Dari hasil penelitian, ilmu agama sering dipergunakan bukan untuk tujuan ilmiah, tetapi untuk tujuan-tujuan sampingan.
Penelitia ilmu agamanya memang dilakukan seilmiah mungkin, memenuhi syarat-syarat akademis ilmiah, namun hasil penelitian itu sering dipergunakan dalam rangka kegiatan-kegiatan mengadakan dominasi penduduk yang diteliti Agamanya.
2.      Tidak pula untuk mendominasi satu Agama atas yang lain.
Pada zaman dahulu, ada sesorang yang melakukan penelitian agama dari kalangan zendeling atau misionaris. Motivasi dalam penelitian tersebut adalah untuk memahami agama-agama yang dihadapinya sebaik dan sedetail mungkin agar dapat  berkomunikasi dalam rangka amanat agama yang diyakininya.
3.      Dan juga tidak mencari-cari kelemahan ajaran agama dan juga agama-agama yang lain.
Sidjabat menekankan perlunya metode yang “simpatik ilmiah” dengan demikian sudah jelas bahwa orientasi penelitian agama yang perlu dikembangkan, bukanah yang cenderung yang mencari kelemahan-kelemahan ajaran agama atau praktek-praktek agama lain. Karena menurut sidjabat, metode yang demikian itu adalah metode yang polemis opologetis yang hanya cenderung memperbesar kekurangan pihak lain, tetapi tidak melihat dan mengakui kelemahan dan kekurangan dirisendiri. Dan didalam prakteknya, metodologi polemis apologetis itu tidaklah membawa penganut berbagai agama kearah saling mengerti, melainkan justru sebaliknya, yaitu menimbulkan mis-understanding.

Fungsi Dan Kegunaan Ilmu Agama-Agama
Sidjabat memberikan empat fungsi dan kegunaan agama secara praktis sebagai berikut:
1.      Membina kesadaran beragama yang lebih mendalam
Setelah dijelaskan uraian diatas, sudah jelas bahwa ilmu agama mempunyai fungsi dan kegunaan untuk membina kesadaran beragama yang lebih mendalam. Dengan demikian, bahwa bukan hanya sekedar mempunyai pengetahuan umum tentang agama-agma yang di hadapi disunia ini, melainkan agar manusia juga dapat ampai ketaraf mengadakan refleksi dan pengkajian, mengapa ia menganut suatu agama dan karena itu bagaimana filsafat hidupnya, katakanlah waltanns-chauung-nya didalam menganut agama.
2.      Memelopori sikap sikap ilmiah (terbuka) terhadap kebenaran
Sekalipun kebenaran yang kita warisi dari generasi terdahulu perlu kita pelihara, namun dengan horizon kita yang semakin bertambah luas akibat ilmu agama itu, kepada kita ditanamkan suatu sikap untuk bersedia terbuka secara iliah terhadap kebenaran-kebenaran yang baru. Hanya dengan sikap yang demikianlah kita dapat mengalami dan mengadakan pembaharuan, baik dalam diri kita maupun dalam diri masyarakat lainnya. Karena, pada saat kita berhenti dan tidak mau menerima kebenaran-kebenaran yang baru, kita pun akan berhenti dalam usaha ilmiah tersebut.
3.      Memupuk etika kerja, pengahargaan waktu yang menunjang lancarnya pembangunan.
Sidjabat meminta semboyan martin Luther ”Ora Et Labora” pada abad ke16 mengadakan pembaruan dijerman yang hasilnya sejak periode reformasi itu terjadilah perkembangan pembaharuan yang luar biasa di jerman. Dalam mengadakan studi yang mendalam dan meluas itu, pastilah akan berkenalan dengan berbagai sikap terhadap kerja dan waktu. Tanpa meperbesarkan kekurangan agama yang lain, secara praktis akan diketahui bahwa sikap mental yang sehat dan segar terhadap kerja dan waktu itu penting sekali dalam rangka pembangunan.
4.      Menjaga keseimbangan antara yang rohani denga yang rohani.
Sidjabat menekankan pentingnya ada keseimbangan antara urusan rohani dan jasmani, sebab dikhawatirkan jika berat sebelah akan merugikan diri sendiri maupun masyarakat disekitar. Lebih lanjut ia menjlaskan, jika individu itu mengadakan pemisahan yang tajam antara bidang yang rohani dengna bidang ynag jasmani, antara sacred dengan sekuler, akan membawa individu itu kepada dualisme yang sangat merugikan umat manusia sendiri. Apabila individu hanya mementingkan hal rohani saja, pasti akan berujung pada isolasionisme dan askese, sehingga akan menghiraukan kesadaran yang berlangsung dalam masyarakat dimana ia hidup dan bergerak serta berkarya. Apabila sebaliknya, seandainya ia hanya memntingkan jasmani, menurut sidjabat pasti akan berujung pada oengutamaan hal-hal yang horizontal yang tidak ada kaitannya engan rohani. Pada saat itu norma-norma kehidupan akan beralih menjadi norma-norma yang pragmatis belaka. Norma-norma demikian biasanya dapat berubah-ubah, tergantung pada situasi sesaat.
5.      Membantu pemerintah dalam pengadaan gambaran yang lebih lengkap tentang konstelasi agama-agama didalam masyarakat.
Tujuan dan fungsi agama memanglah untuk maksud ilmiah. Namun, diatas telah disinggung masalah hasil penelitian ilmu agama yang disalahgunakan oleh pemerintah Hindia Belanda pada masa lampau.
Hasil penelitian Ilmu Agama itu an sichaalah netral dan u tuk maksud ilmiah. Tetapi dalam pemanfaatan hasil penelitian itu terdapatlah kemungkinan menggunakan, atau untuk tujuan-tujuan yang konstruktif dan positif, atau untuk tujuan-tujuan yang destruktif dan negatif.  Dengan demikian bahwa yang perlu kita bina adalah penggunaan yang konstruktif dan positif itu.







F.     Sumbangan Keilmuan
Beberapa hal yang dapat diambil sebagai sumbangan keilmuan dalam cangkupan ilmu agama yaitu:
1.      Untuk meneliti agama tidak hanya menggunakan satu metode, tetapi dapat juga menggunakan beberapa metode sekaligus dalam suatu penelitian.
2.      Cangkupan ilmu agama tidak hanya membahas tentang pengertian suatu agama saja, melainkan juga membahas tokoh-tokoh yang berperan didalamnya, sejarah asal-muasal agama, metode untuk mempelajarinya, dll.
3.      Dalam mempelajari agama harus seimbang antara jasmani dan rohani, maksudnya kekika kita mendalami (mentaati) agama kita tidak boleh meninggalkan dunia dan hanya berfikiran tentang  akhirat saja, tetapi keduanya harus dengan keseimbangan.



G.    Kesimpulan
Setelah kita pelajari bersama dpat diambil kesimpulan bahwa agama dan cangkupan ilmu agama menurut WB Sidjabat dalam pengertian agama memiliki berbagai macam pengertian seperti dalam islam adalah sebagai way of life bagi manusia yang mampu mengatur, mengantar dan memelihara keutuhan diri manusia dalam hubungannya dengan Allah. Tetapi pengertian ini tidak bisa diterima oleh penganut agama lain, seperti agama Ardhi, pengertian seperti itu hanya bisa diterima oleh agama samawi. Dengan demikian, W>B Sidjabat mencoba memberikan stimulus terhadap pengertian agama, menurutnya agama menjadi keprihatinan dalam memutuskan pengertian yang bisa diterima secara universal. Artinya, pengertian agama masih tidak bisa diterima oleh semua kalangan penganut agama, oleh sebab itu W.B Sidjabat memberikan pengertian agama sebagai keprihatinan. Kemudian cangkupan ilmu agama menurut Sidjabat sangatlah luas, karena agama bisa diteliti oleh siapapun meskipun dengan metodologi yang berbeda. Dengan perbedaan metodologi inilah yang membuat cangkupan iolmu agama semakin luas. Para sarjana agama tidak hanya melakukan penelitian tentang agama dengan memakai satu metodologi saja, akan tetapi bisa memakai berbagai macam metodologi.


H.    Daftar Pustaka
-          Alam, Naufal Ahmad Rijalul, “Pandangan Al-Ghazali mengenai pendidikan aqliah    (tinjauan teoritis dan filosofis”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 3, No. 2 , Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2015, hal 352-375
-          Sumardi mulyanto, Penelitian Agama Masalah Dan Pemikiran, Sinar Hrapan, Jakarta, hal.73.
-          Ibid., hal. 74
-          Zainal arifin abbas., Perkembangan Fikiran Terhadap Agama., Cet. Ke-2 , Firma Islamiyah: Medan, 1957, hlm. 19.
-          Mardiwarsito, Kamus Jawa Kuno, Nusa Indah :Indonesia, 1978., hlm. 4.






[1] Alam, Naufal Ahmad Rijalul, “Pandangan Al-Ghazali mengenai pendidikan aqliah (tinjauan teoritis dan filosofis”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol 3, No. 2 , Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2015, hal 352-375.
[2] Sumardi mulyanto, Penelitian Agama Masalah Dan Pemikiran, Sinar Hrapan, Jakarta, hal.73.
[3] Ibid., hal. 74
[4] Zainal arifin abbas., Perkembangan Fikiran Terhadap Agama., Cet. Ke-2 , Firma Islamiyah: Medan, 1957, hlm. 19.
[5] L. Mardiwarsito, Kamus Jawa Kuno, Nusa Indah :Indonesia, 1978., hlm. 4.
Newer Oldest

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter